Senin, 16 Februari 2015

Awal dari Perjalanan Indah di Depan

Resolusi adalah sebuah kata yang menyatakan bagaimana kita membuat pengulangan solusi untuk kesempatan atau kejadian yang pernah kita alami sebelumnya. Dari sebuah resolusi ini diharapkan ada sebuah perubahan yang jauh lebih baik kedepan nanti. Sebelum aku menjelaskan tentang resolusi yang telah aku buat pada 10 Februari 2015 dimana aku menceritakannya kepada satu-satunya orang terdekat yang aku percaya, aku akan mencerikatan bagaimana masa kecil , orang tuaku dan cara ku untuk mengembangkan pikiran hingga saat ini.
                Ayah ku adalah seseorang yang membuatku menjadi tangguh saat ini. Aku, ibu dan ayah tidak tinggal serumah sejak aku kelas 5 SD. Bukan karena kedua orang tua ku bercerai , tetapi karena tuntukan pekerjaan yang mengharuskan ayahku untuk berpindah tempat hampir setiap tahunnya. Dan ibu ku akhirnya menutuskan untuk menetap di sebuah kota yang bernama kota Semarang. Dan aku mengingat sebuah kata saat ayah ku hendak meninggalkan kami selama beberapa bulan untuk pertama kalinya, Dia mengatakan “ Jaga ibu ya Tavi, kamu harus bisa ngantiin ayah ketika ayah bekerja. Ayah percaya kamu adalah anak yang tangguh.”
                Semenjak itu aku selalu mengingat kata itu dan benar-benar menjaga ibu ku dengan sekuat tenagaku. Aku adalah sesosok anak perempuan tomboy yang lebih menyukai rambut pendek saat itu dan bergaya layaknya laki-laki. Ayahku tidak pernah complain tentang itu, tapi berbeda dengan ibu. Ketika ayah justru bersemangat membelikanku Tamiya, Mobil Remote Control , Beyblade dan berbagai aneka permainan laki-laki lainnya. Ibuku justru melakukan kebalikannya, aku dimasukkan ke sebuah sekolah modeling supaya aku mengerti bagaimana menjadi seorang perempuan.
                Untuk pertama kalinya aku tidak mau bahkan hingga mengangis, tapi kembali ke kata-kata ayah aku harus menjaga ibu dan membuatnya senang. Akhirnya aku mengikuti keinginan ibu untuk bersekolah modeling hingga aku SMP kelas 3. Penghargaan yang aku peroleh cukup banyak karena menurut pelatihku aku memiliki bakat dan ibu sangat senang mendengarnya.
                Hingga akhirnya sebuah masalah yang cukup serius datang di keluarga kami ketika aku kelas 1 SMA. Sebuah kabar tidak menyenangkan datang dari ayah, Ayahku sakit batu ginjal dan harus di operasi seketika itu juga. Karena tempat ayahku bekerja adalah perusahaan swasta dengan sistem kontrak kerja jadi kala itu dari perusahaan tidak menanggung semua biaya pengobatannya. Aku tidak begitu paham saat itu, karena ibuku tidak pernah menceritakan tentang kondisi finansial mereka saat itu.
                Yang aku tau hanyalah, aku merasakan bahwa pengeluaran ku benar-benar di hemat oleh ibu karena ayah harus beberapa kali operasi. Dan yang paling parahnya lagi, setelah ayah sembuh dan kontraknya habis dia tidak bisa bekerja lagi diperusahaan itu. Tapi ayah bukanlah orang yang gampang menyerah, sembari menunggu panggilan kerja dari perusahaan lain ayah rela menjadi supir bus kota selama kurang lebih 3 bulan demi tetap menutup kehidupan kami. Entahlah apa yang benar-benar terjadi saat itu tapi yang aku tau kami memang benar-benar dalam masa krisis keuangan yang cukup parah.
                Tapi setelah 3 bulan itu berakhir, Allah berkata lain ada banyak sekali tawaran pekerjaan untuk ayah. Kurang dari 1 tahun kondisi keuangan keluarga kami membaik dan bisa kembali normal seperti sebelumnya. Sejak kondisi itu aku menyadari bahwa perjuangan seorang Ayah untuk anaknya, seorang suami untuk istrinya dan seorang ibu untuk anaknya itu sangatlah besar. Dan aku berjanji dalam hatiku akan selalu membuat mereka bangga dan tidak pernah mengecewakan mereka sampai kapanpun.
                Ketika masa-masa kuliah tiba aku sudah memiliki cita-cita untuk menjadi seorang Engineer wanita di bidang yang aku gemari dan aku ingin menjadi seorang yang sukses dibidang itu. Hingga akhirnya sebuah kondisi di luar dugaan datang. Ketika beberapa perusahaan besar sudah siap menerima ku sebagai karyawan atas kemampuan yang meraka lihat dalam diriku, Allah berkehendak lain. Allah belum mengijinkan ku untuk menggapai mimpi itu dan aku diberikan sebuah anugrah berupa sakit yang bisa kubilang sebagai bentuk pengampunan dosaku.
                Tiga bulan pertama aku benar-benar belum bisa menerima kondisi ini dan masih menginginkan untuk menjadi seorang engineer dalam waktu dekat. Idealisme ku benar-benar kuat dan tidak pernah ada yang bisa merubahnya bahkan kedua orang tuaku sekalipun. Saat itu yang aku lakukan hanya menangis dan meratapi nasib. Aku sadar itu bukan aku, bukan aku yang selalu bersemangat dan selalu berfikir maju kedepan akan segala hal.
                Hingga pada satu titik ada yang menyadarkanku akan bagaimana diriku dengan semangatku dan cita-citaku yang begitu tinggi. Aku juga harus mencontoh ayahku yang tidak pernah malu untuk bekerja apapun demi keluarganya. Bahkan aku ingat ketika dia SMA pun dia memperoleh beasiswa dari menjadi atlet basket dan bisa membantu kedua orangtuanya. Kondisi ku saat ini masih jauh lebih beruntung daripada ayahku dulu yang sangat berkekurangan. Aku hanya diberi ujian sakit yang menundaku untuk meraih mimpiku dalam waktu dekat. Dan jika aku menyerah dengan keadaan ini artinya aku kalah.
                Beruntunglah aku memiliki kedua orang tua yang selalu mensuport segala kegiatan dan keinginanku. Beruntung pula aku memiliki seorang partner yang sangat aku percaya untuk meluapkan setiap hal yang aku alami. Aku tidak pernah berani meluapkan tangisanku di depan orang tuaku karena aku takut membuat mereka sedih. Yang aku lakukan pasti menghubungi dia yang memang aku percaya dan meluapkan semuanya. Beruntung juga aku selalu curhat dengannya karena dia selalu menggunakan logika untuk setiap permasalahan yang aku ceritakan dan dalam setiap obrolan kami yang serius pasti ada selipan bercanda yang bisa merubah suasana sedih menjadi menyenangkan. Dan dalam seketika semangatku pasti kembali berkali lipat lebih banyak.
                Dari setiap hasil sharing ku dengannya itulah, aku menjadi memiliki sebuah resolusi diluar dugaanku. Keberanian dalam diriku menjadi berkali lipat dan aku merasa bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Tepat pada bulan ke tujuh pengobatanku dimana hasil pemeriksaan secara total keluar aku akan memulai segalanya dengan hal baru. Aku masih akan tetap mengejar impian ku menjadi seorang Engineer hebat, namun impianku bertambah satu lagi AKU HARUS SUKSES DI USIA KURANG DARI 27 TAHUN. Ini resolusiku, memiliki kebebasan finansial di usia muda seperti idolaku Merry Riana, membahagiakan orang tuaku selagi mereka masih sehat dan berbagi dengan sesama. Dan ketika aku hanya menjadi seorang pegawai kemungkinan itu akan sulit aku peroleh, dan aku mulai memikirkan untuk menjadi seorang pengusaha.
                Entah darimana nanti modal nya , bagaimana caranya aku belum tahu pasti saat ini. Yang aku tau ketika orang lain bisa , aku pasti bisa. Partner ku juga selalu bilang bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Dan yang bisa aku ambil sebagai pembelajaran dari kata-kata itu adalah kita memang tidak sempurna tapi kita harus selalu berjuang dengan semangat untuk selalu mencapai kesempurnaan itu. Yang tidak boleh ditinggalkan juga adalah selalu iringi setiap usaha dengan doa kepada Allah.

                Dan sebenarnya yang paling penting dari semua ini adalah ketika kita bermimpi jangan pernah takut untuk menggapainya. Pilihlah salah seorang partner yang benar-benar dipercaya untuk mencurahkan segala apa yang kamu rasakan. Partner sejati tidak harus kekasihmu, suamimu atau seseorang yang lebih hebat darimu. Partner sejati cukup dari seseorang yang bisa membawamu ke arah positif, dengan pemikiran positif,  dan membuatmu bersikap positif. LETS DO OUR BEST AND BELIEVE THAT OUR DREAMS COME TRUE !!! J

Minggu, 08 Februari 2015

AKU DAN SEBUAH RUANG KOSONG

                Sekitar pukul sebelas malam nada dering ponsel ku berbunyi. Aku tau itu adalah telepon dari kamu yang saat ini sedang dipisahkan oleh jarak denganku. Saat itu terdengar suara mu sedikit sengau seperti orang yang sedang tidak enak badan. Tapi ketika aku memastikan keadaanmu yang sebenarnya kamu mengatakan bahwa kamu sehat-sehat saja. Saat itu di kamar ku sedang ada dua sahabat perempuanku yang menginap. Sehingga aku memutuskan untuk keluar kamar meninggalkan mereka menuju sebuah ruang kosong yang ada di rumahku.
                Di ruangan itu terdapat sebuah sofa yang aku gunakan untuk bersandar ketika mengobrol denganmu. Dalam jarak yang hanya terhubungkan dengan suara kita bercanda panjang lebar tentang semua hal. Kamu menceritakan bagaimana kondisi dan situasi yang saat ini kamu jalani disana. Dan aku juga menceritakan tentang semua hal yang aku alami disini. Kita tak pernah melewatkan satu waktu pun tanpa tertawa.
                Ruang kosong itu yang sebelumnya taka da suara karena tidak ada siapapun menjadi sangat hidup dengan suara ketawa ku yang kencang malam itu. Kedua sahabat perempuanku sampai bingung mengapa ditengah malam yang begitu sunyi itu tiba-tiba aku tertawa dengan dengan dan tanpa batas. Hingga salah seorang dari mereka menghampiriku dan bertanya ada apa denganku. Karena kamu juga mengenalnya maka kuserahkan ponselku kepadanya agar kalian juga bisa mengobrol.
                Tak berapa lama ponsel itu kembali kepadaku dan kita melanjutkan pembicaraan yang kebanyakan terbilang konyol. Ruangan kosong itu menjadi lebih riuh karena suara tertawaku yang tak pernah berhenti. Hingga akhir nya rasa kantuk mendatangi kita berdua, dan memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan kita. Benar saja kantuk datang saat itu, karena waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam disini dan pukul satu dini hari disana.
                Satu jam pembicaraan yang kita lakukan bisa menghidupkan sebuah ruang kosong dirumah ku yang sebelumnya tidak ada yang mengisi ruangan itu hingga akhirnya aku duduk disana dan mengobrol denganmu. Meskipun di ruangan itu terlihat aku hanya seorang diri tapi ternyata aku bisa menghidupkan suasana dengan tawa riangku akan obrolan kita.

                Dari kondisi ini aku bisa melihat, bahwa orang yang terlihat sendirian di sebuah tempat belum tentu merasa sendiri. Karena dia dan sebuah ruangan itu pasti memiliki teman dan sesuatu yang bisa membuat mereka menjadi hidup. Menjadi berwarna dan merasa bahwa tidak pernah merasa kesepian karena sebenarnya jauh ditempat yang tidak bisa dilihat dengan mata secara bersamaan, ada seorang teman hidup yang selalu menemani. J